Paradoks Stockdale: Duet Maut Keyakinan dan Amal Dalam Konteks Kebangkitan Islam

(Renungan Akhir Bulan Maulid 1438 H dan Akhir Tahun 2016 M)

Oleh: Adi ST.

Jim Collins, seorang mantan pengajar di Stanford University Graduate School of Business, Amerika Serikat, pada tahun 2001 menulis sebuah buku yang berjudul Good to Great. Di dalam bukunya, ia melakukan penelitian atas 1.435 perusahaan terbaik dari daftar Fortune 500 mulai tahun 1965-1995. Dari jumlah sebanyak itu, ia dan timnya memerasnya hingga tersisa 11 perusahaan saja yang benar-benar termasuk kategori hebat menurut kriteria yang sangat ketat. Kesebelas perusahaan tersebut — yang masih eksis hingga sekarang — memiliki ciri-ciri yang sama yang membuatnya hebat dan sebaliknya memiliki ciri-ciri yang berkebalikan dengan perusahaan pembanding yang awalnya menunjukkan potensi hebat, namun akhirnya terjerembab jatuh karena sebab tertentu.

Satu hal yang menarik dari hasil penelitiannya adalah mungkin hanya satu, dua, atau tiga nama perusahaan saja yang terdengar familiar bagi kita di sini. Siapa di antara Anda yang pernah mendengar nama-nama seperti Abbot, Circuit City, Fannie Mae, Gillette, Kimberly-Clark, Kroger, Nucor, Philip Morris, Pitney Bowes, Walgreens dan Wells Fargo? Meskipun begitu, kesebelasnya ternyata mampu mengalahkan deretan perusahaan bagus,  seperti General Electric, Boeing, Coca Cola, 3M, Hewlet-Packard, Intel, Johnson & Johnson, Merck, Motorola, Pepsi, Procter & Gamble, Wal-Mart dan Walt Disney. Nah, dari beberapa kesamaan ciri yang dijumpai Jim Collins dalam diri sebelas perusahaan hebat itu, satu di antaranya diangkat sebagai fokus tulisan ini, yakni apa yang diistilahkannya sebagai Paradoks Stockdale. Continue reading